Koleksi puisi-puisi karya soe hok gie paling terkenal

Caption soe hok gie

Caption soe hok gie

Puisi romantis soe hok gie – Soe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).

Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Banyak karya puisi yang telah di buat oleh soe hok gie, untuk itu dalam kesempatan kali ini kami akan memberikan puisi-puisi soe hok gie. Seperti berikut ini :

Kumpulan puisi karya soe hok gie terkenal

MANDALAWANGI — PANGRANGO

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurangmu
aku datang kembali
ke dalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah

dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

SEBUAH TANYA

“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)

“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”

PESAN

Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran

Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi

Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?

Harian Sinar Harapan 18 Agustus 1973

ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku

bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra

tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu

mari, sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”

CINTA

Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu, sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu,
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisimu, manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tau

Mari sini, sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik, dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung

Kita tak pernah menanam apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa

CITA-CITA

Saya mimpi tentang sebuah dunia
Dimana ulama, buruh, dan pemuda,
Bangkit dan berkata, “Stop semua kemunafikan! Semua pembunuhan atas nama apapun!”
Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, beras, dan susu
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua

Dan lupa akan diplomasi
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras dan bangsa apapun
Dan melupakan perang dan kebencian
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik

Tuhan, saya mimpi tentang dunia tadi
Yang tak pernah akan datang

Kepada pejuang-pejuang lama

Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya.
Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.
Dan datanglah kau manusia-manusia
Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu.

Dan kita, para pejuang lama
Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai
Yang berani menempuh gelombang (padahal pelaut-pelaut lain takut)
(kau tentu masih ingat suara-suara dibelakang…”mereka gila”)

Hai, kawan-kawan pejuang lama
Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita
Buku-buku kita ataupun sisa-sisa makanan kita
Dan tinggalkan kenangan-kenangan dan kejujuran kita
Mungkin kita ragu sebentar (ya, kita yang dahulu membina

Kapal tua ini
Di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya)
Tempat kita, petualang-petualang masa depan akan
Pemberontak-pemberontak rakyat

Di sana…
Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh

Gelombang baru.
Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini
Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya
Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya
Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya.

Ayo,,
Laut masih luas, dan bagi pemberontak-pemberontak
Tak ada tempat di kapal ini

Tentang kemerdekaan

Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan
Yang tak pernah berakhir,
Kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah
Dan adik-adikku di belakang

Tapi satu tugas kita semua,
Menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis….
Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar
Kita adalah alat dari derap kemajuan samua;

Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup
Seperti juga perjalanan di sisi penjara
Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan
Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang
Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita
Adalah manusia merdeka

Dalam matinya kita smua adalah
Manusia terbebas.

Hidup

Terasa pendeknya hidup memandang sejarah
Tapi terasa panjangnya karena derita
Maut, tempat penghentian terakhir
Nikmat datangnya dan selalu diberi salam
“Merasa seneng jadi landa (belanda)

Kami adalah landa berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan sapiteng, kapiten kok sapiteng
Ini saya mengatur sodat-sodat tidak pokro kabeh,
Semua walanda purik kabeh, tinggal aku thok,
Ini mana kapten kok tidak datang, ini kapten lali po piye?”

“Merasa seneng menjadi aktivis
Kami adalah aktivis berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan aktivis reformasi lanjutkan,
Berkelanjutan kok lanjutkan
Ini saya mengatur saudara-saudara aktivis yang sudah
Muak dan bosan dengan ideology dan kemiskinannya
Semua aktivis melacur, tinggal aku aktivis yang belum di sunat
Ini mana kaptennya aktivis kok belum datang, lupa atau gimana?”

“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.
Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…
Makin lama semakin banyak musuh saya dan
Makin sedikit orang yang mengerti saya.
Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.
Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan…
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.”

Koleksi puisi-puisi karya soe hok gie paling terkenal